KERETA HIDUPKU : KEDEWASAAN
RAHBAR AR RASYID IBN RASHAR
Inilah kereta hidupku,…
Bagaimana
mungkin udara sesegar ini tidak memberikan inspirasi bagi seorang insan
yang hatinya selalu dijaga dengan kemurnian Islam. Kesegaran ini adalah
oksigen murni yang disaring oleh gerimis dikala subuh, yang
kesegarannya menjadikan daun-daun semakin hijau dan memesona.
Stasiun
Randuagung +58m, begitu sebuah plangkat di temple didinding stasiun.
Tanda-tanda gerimis masih belum sampai menghilang, trotoar, rel, dan
kayu-kayu tua yang tampak kekar masih basah. Disisi yang lain ada
sepetak ladang jagung yang tak kalah menghijau dengan kuning bunga-bunga
yang mengisyaratkan bahwa tak lama lagi akan siap dipanen.
Kereta
kembali melaju, perlahan dan akhirnya semakin cepat hingga batas
tertingginya. Yang membuat sebuah kereta khas adalah suara peluit
panjang disetiap awal-awal bagian perjalanannya, ini seperti solat yang
ada takbir disetiap gerakannya. Hal lain yang membuat aku terkesan
adalah pemandangan yang luar biasa lewat jendelanya, kita bagaikan
mengendarai sebuah naga besi yang mengoyak hutan yang jarang dijamah
tangan manusia.
Aku kembali melempar pandanganku ke jendela,
memasukkan sebanyak-banyaknya oksigen kedalam Alveolus paru-paru, agar
mengisi setiap sel tubuhku sekaligus memanjakan mata dengan hijau daun
yang masih basah. Tampaknya jalanan masih gerimis ketika beberapa
pelajar SMP tampak digonceng dengan mantel abu-abunya. Mengingatkanku
kembali pada masa masa dimana aku masih sekecil mereka.
Stasiun
Jatiroto, Dari rel-rel yang berbeda mengingatkanku kembali bahwa dalam
hidup ini kita berada dalam gerbong yang telah ditentukan, dan kita akan
melewati jalan yang juga telah ditentukan pula, yang kemudian akan kita
lewati semakin jauh, aku juga masih ingat perjalanan yang aku anggap
sebagai kedewasaan.
Awalnya kukira kedewasaan itu ketika kita punya
banyak jawaban untuk sebuah pertanyaan, paling tidak itulah yang kutulis
kemudian ku tempelkan dibagian dinding kamarku. Beberapa saat kuanggap
diriku makin dewasa, bertindak dengan perhitungan-prhitungan yang
dianggap paling benar, semakin membuka mata dengan banyak kemungkinan,
sampai sebuah tulisan kembali mengisi bagian dinding kamarku yang lain.
Ini terjadi ketika aku sedang terusik oleh cinta kepada seseorang yang
mampu membuatku memikirkannya lebih lama, meski saat itu aku belum tau
pasti apakah ini benar-benar cinta. Dibagian akhir coretan ditembok itu
tertulis,
Ketika kau merasuk dalam diriku,
Kau butakan keduanya,
Hingga aku hanya dapat berharap padamu, sepenuhnya…
Kereta
masih berjalan sementara aku masih asyik melihat satu bagian yang
membuatku terkesan, aku lupa ada jendela lain dalam kereta itu yang
lebih menarik, sebuah jalan yang lebih tinggi dari rel yang dilewati
keretaku, jalan lain yang juga masih basah oleh embun yang satu tahun
yang lalu selalu kulewati.
Dalam diriku ada naluri dan aturan
Naluri membuat aku condong kepadamu
Sementara aturan membuatku bingung
Ketika kau merasuk dalam diriku,
Kau butakan keduanya,…
Stasiun
Tanggul +30m, kini plangkat itu tergantung di pintu keluar stasiun,
stasiun itu telah kering,tapi masjid yang berada didekatnya selalu
membuat hatiku tentram. Biasanya dari masjid itu terdengar murathal
Al-Quran lewat corong-corongnya yang tinggi. Pemandangan kini berganti
dari hamparan sawah indah menuju kebun-kebun bunga yang membentuk
pembatas pekarangan rumah penduduk sekitar jalur kereta yang kulalui.
Seperti itulah pemahamankupun berubah seiring perjalanan hidupku dari
seorang pujangga cinta menjadi seorang muslim dengan pandangan
nasionalismenya.
Tak lama berselang kembali kulewati pemandangan yang
elok dan menyegarkan. Kurasakan setitik dari besarnya Karunia Tuhan
kepada Makhluknya. Melalui pohon-pohon dan aliran sungai yang berjalan
sesuai kodratnya, saling mengisi dan menjadi bagian dari sistem
kelangsungan kehidupan ini.
Kedewasaan yang aku bangun dengan
kata-kata indah tak mampu lagi mempertahankan eksistensinya, saat
fakta-fakta kehidupan dihadapkan padanya, Masa tulisan indah itu telah
berlalu dalam hatiku, namun tetap terpampang di tembok kamarku. Bila
kedewasaan tentang semakin banyak hal yang kita tahu mengenai suatu
masalah, maka kini kita harus berlanjutkan memikirkan satu jawaban yang
paling tepat untuknya. Jika dulu kukira aturan yang membuat aku bingung,
ternyata kini aturan yang mendorongku semakin lebih baik. Aturan untuk
datang tepat waktu ke sekolah, untuk selalu membantu teman, untuk
belajar lebih giat, itu semua aturan yang memiliki konsekwensi, dengan
aturan itu aku menjadi jarang terlambat waktu sekolah, selalu ada teman
yang siap membantu dan semakin giat belajar.
Stasiun Bangsalsari
+49m, Perjalanan ini akan berakhir, namun perjalanan lain masih terus
berlanjut, ketika kupikirkan aku telah dewasa dengan keputuan dan aturan
yang kumiliki aku kembali tertinggal.
Gudang-gudang besar, Pom
bensin dengan warna merahnya yang khas dan cerobong asap. Aku seperti
berada di kota industri, London, Meski aku tak pernah melihatnya
langsung selain dari kisahnya dibuku Endensor, karya Andrea Hinata. Aku
juga melewati gubuk-gubuk tinggi beratap jerami sebagai gudang tembakau
dan tower seluler yang mengisi bagian akhir perjalanan ini. Udara pagi
yang segar ini masih bisa kuhirup, selama tumbuh-tumbuhan dan bumi masih
akur maka oksigen yang kuhirup ini akan tetap ada. Perjalanan masih
terus berlanjut melewati jembatan besi yang ketikadilewati menciptakan
suara yang sulit ada tandingannya itulah suara besi-besi roda kereta
yang berputar cepat beradu dengan rel yang kemudian menciptakan laju
yang kencang. Hidupkupun teruss berlanjut dengan gesekan-gesekan yang
membuat aku bergerak semakin bijak. Ternyata diantara padi-padi yang
menguning itu ada juga burung-burung putih yang menambah penuh warna
kehidupan ini.
Stasiun Rambipuji +52m, Pagar-pagar kawat membatasi
rel keretaku dengan rel lainnya, seperti itulah dalam pemahamanku
tentang kedewasaan ini ada batasan yang menjadikan ada titik maksimal
bagi kedewassan ini. Aku terhenti sejenak dan terkesima melihat
pribadi-pribadi lain yang mereka lebih maju dariku, hingga aku sadari
ternyata aku belum benar-benar dewasa, pemahamanku tentang pilihan dan
aturan pun berevolusi kembali menjadikan aku lebih dekat pada Illahi.
Kini
kusadari setelah memilih kita harus memliki komitmen, kesabaran untuk
tetap bertahan menjaga pilihan kita. Baru kusdari pula dari aturan ini
selalu ada orang lain yang mempengaruhi dengan aturan-aturan mereka dan
ketika aku mengenal mereka aturan sederhanaku bergabung dengan aturan
lainnya menjadi sistem untuk semua orang. Orang lain itulah yang aku
hidup maju dan mundur bersama mereka. Dari perjalanan selanjutnya aku
tahu mereka yang aku anggap orang lain ternyata adalah saudara, seperti
itulah sebuah sistem terbaik mengaturnya.
Baru kusadari bahwa
kedewaaan yang selalu ingin kucapai adalah tingkatan demi tingkatn yang
tak akan berakhir dan akan terus berubah, seperti halnya kereta hidupku
yang terus melaju hingga batas waktuku mengakhirinya.
(25februari2010)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar